Tuhan Mengubah Rasa Pahit Menjadi Manis


Keluaran 15:22-27
Tema : Tuhan Mengubah Rasa Pahit Menjadi Manis

Syalom..
Saudara-saudari yang terkasih…
Jika kita diminta menggambarkan kehidupan ini, kira-kira apa yang kita pikirkan? Setiap orang pasti punya jawaban yang berbeda-beda satu sama lain. Mungkin ada yang menggambarkan kehidupan seperti “roda yang berputar”, yang kadang di atas kadang di bawah, ada kalanya kita merasa bahagia dan ada kalanya kita merasa terpuruk, dan sebagainya. Tidak ada penggambaran hidup yang salah, karena masing-masing memandang hidup dengan sudut pandangnya sendiri.
Nah, kalo dari pandangan saya, saya menggambarkan kehidupan seperti yang biasa diminta oleh saudara-saudara kita aspura di bawah pohon yaitu “segelas kopi”. Mengapa? Saya melihat kehidupan kita tidak dapat dipisahkan dari berbagai pergumulan atau masalah. Sama dengan  “segelas kopi” yang kadangkala meninggalkan rasa pahit di lidah begitu juga dengan berbagai masalah  yang meninggalkan “rasa pahit” di hati. 

Saudara-saudari yang terkasih…
Pembacaan kita pada saat ini adalah tentang perjalanan bangsa Israel dari Laut Teberau menuju padang gurun Syur. Bisa kita lihat pada pasal 14: 15 – 31 yang bercerita bagaimana bangsa Israel melewati Laut Teberau yang terbelah menjadi dua, sehingga orang-orang Israel dapat berjalan di bagian tengah yang kering dan mereka selamat dari kejaran bangsa Mesir. Mereka boleh melintasi Laut Teberau dengan selamat karena pertolongan Allah sehingga mereka semakin yakin kepada Allah dan Musa yang  memimpin mereka. Sehingga dengan penuh keyakinan mereka mau mengikuti Musa menuju padang gurun Syur. Namun, tantangan-tantangan berhenti sampai disitu.
Padang gurun Syur. Terletak di sebelah timur terusan Suez, di bagian barat laut dari semenanjung tersebut. Syur di dalam bahasa Ibrani artinya tembok. Di dalam Bilangan 33:8 tempat ini disebut "padang gurun Etam," yang merupakan nama Mesir bagi tempat yang sama. Barangkali tempat itu diberi nama karena adanya deretan benteng yang didirikan di situ. Dikatakan bahwa bangsa Israel berjalan selama 3 hari sehingga dapat dipastikan bahwa air yang mereka bawa sudah hampir habis, walaupun mereka bergerak mungkin tidak lebih dari lima belas mil.
Mara dalam bahasa Ibrani berarti “pahit”.  Mara bisa disamakan dengan Ain Hawara, sebuah sumber air payau kecil yang tidak bisa diminum. Dapat dibayangkan bahwa mereka sangat mengharapkan air yang di Mara itu, tetapi terkadang memang harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Mereka memang mendapat air, tetapi betapa kecewanya mereka mendapati bahwa air itu pahit dan tidak dapat diminum. Tidak heran jika mereka mulai bersungut-sungut bahkan mulai menyalahkan Tuhan dan merasa bahwa mereka hanya dibawa ke dalam penderitaan.

Saudara-saudara yang kekasih dalam Tuhan…
            Kira-kira bagaimana perasaan Musa saat menghadapi situasi seperti itu? Dapat kita bayangkan bagaimana posisi Musa, tentunya dia  mulai takut dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia tidak bisa lari dari situasi seperti itu, sehingga yang bisa ia lakukan adalah datang kepada Allah dan berseru meminta pertolongan-Nya. Musa percaya bahwa Allah akan menolongnya menghadapi tantangan itu. Pertolongan Tuhan nyata ketika Dia menunjukkan kepada Musa pohon yang dapat memaniskan air itu. Sejumlah ahli mencari sejenis pohon yang dapat mengubah air yang tidak dapat diminum menjadi dapat diminum, tapi tidak ada jawaban yang pasti. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kuasa Allah yang bekerja dalam mukjizat ini.
Setelah dilepaskan dari perbudakan di Mesir, bangsa Israel masih merupakan gerombolan yang tidak teratur, senang bersengketa dan kurang iman. Sehingga mereka masih harus dibentuk menjadi bangsa yang dapat melayani Dia Pada saat itu bisa saja Tuhan langsung memberikan mujizat berupa air yang melimpah bagi umat Israel, tetapi disini Tuhan ingin membentuk iman dan karakter mereka. Tuhan juga ingin menguji dan melihat seberapa besar iman dan ketaatan bangsa Israel kepadaNya. Disini Tuhan ingin memberi peringatan kepada bangsa Israel, Dia tidak ingin bangsa Israel hanya mencarinya ketika butuh dan hanya mau menerima berkatNya tanpa mau mengikuti perintahNya. Sehingga di ayat 26 ini, Melalui ujian dari Allah serta bukti tentang perhatian dan kuasa-Nya ini ditetapkanlah sebuah peraturan untuk selama-lamanya - bahwa bagi orang yang taat, Allah akan menjadi baginya Yehovah Rõpekã, "Tuhanlah yang menyembuhkan engkau."
Pertolongan Tuhan tidak hanya berhenti sampai disitu. Setelah bangsa Israel memuaskan rasa dahaga mereka, tentunya mereka juga membutuhkan makanan, sehingga Tuhan menuntun mereka menuju ke suatu tempat yaitu Elim. Elim adalah tempat subur di tengah padang pasir atau sebuah Oase. Sekitar enam mil dari Ain Hawara terdapat sebuah oasis besar yang indah sekali dengan jumlah air yang banyak, yaitu Wadi Gharandel yang gambarannya cukup cocok dengan Elim. Elim bisa diartikan hidup yang nyaman dan berkelimpahan. Disini Tuhan ingin menunjukkan bahwa Ia selalu menyediakan kenyamanan dan berkat yang melimpah bagi umatNya, bahkan apa yang disediakan Tuhan lebih dari yang bangsa Israel harapkan.

Saudara-saudari yang kekasih dalam Yesus Kristus
Dari pembacaan kita pada saat ini, ada beberapa hal yang dapat kita pelajari, yang pertama adalah bagaimana kita menghadapi setiap pencobaan dalam hidup kita. Adakah kita bersikap seperti Musa atau justru seperti bangsa Israel? Berapa banyak dari kita terkadang bersikap seperti bangsa Israel yang bersungut-sungut. Kita tidak sabar menantikan pertolongan Tuhan sehingga kita hanya bersungut-sungut bahkan mengomel “Mengapa Tuhan membiarkan saya terjebak dalam situasi pahit ini?” “Mengapa Tuhan tidak segera menolong saya dan seolah meninggalkan saya?” Kita begitu mudah menyerah dengan kepahitan hidup kita.
Sebagai orang percaya kita seharusnya tidak bersikap demikian. Marilah kita belajar bersikap seperti Musa, yang walaupun berada situasi pahit situasi yang menyesakkan namun dia tetap percaya kepada Tuhan. Dia tetap datang berserah penuh dan berseru meminta pertolongan Tuhan. Kita seharusnya benar-benar percaya bahwa Tuhan yang akan menolong kita dan mengubahkan kepahitan ini menjadi sesuatu yang manis yang dapat kita nikmati. Kita juga belajar menjadi seorang pemimpin seperti Musa. Dalam setiap masalah, kita belajar untuk memimpin diri kita sendiri untuk berhenti bersungut-sungut tetapi tetap bertahan dan sabar dalam menantikan pertolongan Tuhan.
Yang kedua adalah bagaimana kita memaknai setiap kepahitan yang terjadi dalam hidup kita. Orang Israel dalam pembacaan ini, memaknai masalah itu sebagai jebakan bagi mereka. Mereka menganggap bahwa Tuhan mengeluarkan mereka dari Tanah Mesir untuk membuat mereka menderita, bahkan mati. Tetapi Tuhan tidak pernah memiliki maksud seperti itu, masalah ada dalam hidup kita sebagai ujian terhadap iman kita. Tuhan ingin menunjukkan bahwa perjalanan hidup tidak semudah yang kita pikirkan dan masalah-masalah itu ada untuk membentuk karakter kita menjadi lebih dan menguatkan iman kita. Tuhan selalu memiliki maksud yang baik di setiap masalah, selalu ada Elim di balik Mara itu. Satu hal yang harus kita yakini adalah bahwa pimpinan Tuhan tidak pernah salah.
Yang ketiga adalah Tuhan ingin kita taat kepadaNya dalam keadaan apapun. Tuhan tidak ingin kita datang kepadanya hanya disaat kita membutuhkan pertolongan-Nya dan mendapatkan sesuatu dengan mudah tanpa ada usaha yang kita lakukan. Tuhan telah berjanji bahwa Dia akan selalu memelihara kita dan Dialah Yehovah Rõpekã, Allah yang menyembuhkan jika kita taat pada ketetapan-ketetapanNya.

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan,
Begitupula dengan kita di asrama ini, setiap kita pasti memiliki pergumulan dan kepahitan hidup masing-masing. Ada yang bermasalah dalam hal studi, ada yang dalam hal dana, masalah keluarga atau bahkan masalah hati. Terkadang masalah sekecil apapun kita pasti begitu mudah bersungut-sungut dan mudah mengeluh. Bahkan kita merasa kecewa dan tidak mempunyai harapan lagi. Contohnya ketika kita bermasalah dalam hal dana. Dimana kita menunggak pembayaran dalam jumlah yang tidak sedikit dan selalu dipanggil ke kantor serta dituntut untuk segera membayar, sementara kita minta kepada orang tua atau keluarga tetapi tidak ada respon yang pasti mengenai pembayaran. Kita mulai putus asa, stres bahkan berpikir untuk berhenti dan pulang kampung. Nah disinilah iman kita diuji, di sisi lain, kita masih ingin lanjut namun di sisi lainnya seolah tidak ada lagi harapan.
Dalam situasi seperti ini, marilah kita belajar melihat masalah sebagai sesuatu yang memiliki maksud yang baik dan meyakini bahwa pimpinan Tuhan tidak pernah salah. Kita harus memaknai masalah kita sebagai hal yang semakin membentuk diri kita menjadi lebih dewasa.  Marilah kita tetap bersabar dan percaya dalam menantikan pertolongan Tuhan. Tetapi tidak hanya cukup dengan bersabar, kita juga perlu berusaha. Seperti pepatah ora et labora, berdoa dan bekerja. Kita belajar percaya bahwa apapun masalah yang terjadi dalam hidup kita, Tuhan selalu menyediakan Elim yaitu kenyamanan dan mujizat bagi kita di balik setiap kepahitan hidup yang kita rasakan. Dan Tuhan sanggup mengubah setiap kepahitan hidup yang kita rasakan menjadi manis yang kita syukuri. Kiranya Roh Kudus memampukan kita untuk mengerti dan melakukan firman-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan memberkati kita. Amin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terobosan Baru Atasi Korupsi

Dampak Revolusi Industri 4.0 dan Sumber Daya Manusia